
Penguatan kedudukan Desa Adat pada kepemimpinan Gubernur-Wakil Gubernur Wayan Koster-Cokorda Oka Artha Ardana Sukawati ditegaskan dengan diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Dalam Perda tersebut telah dijabarkan secara jelas kedudukan Desa Adat termasuk Majelis Desa Adat yang didalamnya menaungi Paiketan Krama Istri (PAKIS) Provinsi Bali.
“Tentunya keberadaan PAKIS Bali diharapkan mampu mengemban tanggung jawab dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pelestarian adat, tradisi, seni dan budaya di wewidangan Desa Adat,” demikian diungkapkan Ny Putri Suastini Koster selaku Manggala Utama PAKIS Bali dalam acara ‘Perempuan Bali Bicara’ yang mengangkat tema ‘Sosialisasi Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat dan Sosialisasi PAKIS MDA Bali’, yang berlangsung di Denpasar, Kamis (14/1) lalu.
Dalam Acara tersebut Ny Putri Suastini Koster didampingi Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali, IGAK Kartika Jaya Seputra mengungkapkan bahwa keberadaan PAKIS Bali berfungsi sebagai pendukung tugas-tugas Majelis Desa Adat (MDA) selaku lembaga adat yang memiliki payung hukum yakni PERDA Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019. Ditambahkannya jika PAKIS BALI hadir di tengah-tengah masyarakat guna memberikan kontribusi dalam mendukung program-program pemerintah di bidang Desa Adat sesuai dengan visi Pemerintah Provinsi Bali yakni ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’.
“PAKIS Bali telah dilantik pada tanggal 17 September 2020 dan memiliki pengurus sebanyak 19 orang yang terdiri dari Manggala, Penyarikan, Patengan, dan 5 Pesayahan tentunya telah menyusun sejumlah program kerja yang nantinya akan mendukung kegiatan di Desa Adat sehingga pemberdayaan Krama Istri di dalam Desa Adat sesuai dengan swadharmanya masing-maasing,” jelas Putri Suastini.
Putri Suastini yang juga sebagai Ketua TP PKK Provinsi Bali menerangkan jika keberadaan PAKIS Bali dalam menjalankan programnya di tengah masyarakat tidak saling tumpang tindih dengan TP PKK
“Tentunya sinergritasi dibutuhkan antara PAKIS Bali dengan TP PKK dalam merealisasikan program-program pemerintah Provinsi Bali. Posisi keduannya sudah jelas dalam suatu Desa, jika TP PKK menjalankan program-program Kepala Desa sedangkan PAKIS Bali menjalankan program dari Jro Bendesa, sehingga ruang lingkupnya berbeda namun fungsinya bias berjalan beriringan,” sebutnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali I GAK Kartika Jaya Seputra menyampaikan bahwa lahirnya Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat merupakan payung hukum yang sangat lengkap dan jelas terkait keberadaan Desa Adat di Bali.
“Perda ini tidak hanya mengatur tata kelola pemerintahan di Desa Adat tetapi juga tata kelola keuangan Desa Adat serta pemberdayaan desa adat. Dengan perda ini Desa Adat memiliki potensi untuk mengembangkan potensi desanya ke dalam unit usaha guna meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,”ujarnya.
Jaya Seputra menambahkan dukungan Pemerintah Provinsi Bali terhadap keberadaan Desa Adat tidak hanya dalam bentuk regulasi saja namun telah ditopang juga dengan pembentukan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yakni Dinas PMA yang menjembatani Desa Adat dengan Pemerintah.
“Tentu kami berharap keberadaan Desa Adat di Bali semakin kuat sehingga Desa Adat mampu berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan,” pungkasnya.