Pesan tersebut begitu penting seperti disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali yang di wakili oleh Kepala Bidang Pemajuan Hukum Adat (Ida Bagus Rai Dwija Juliarta, S.Ag.,M.Si) saat melaksanakan pembinaan Awig-awig dan Pararem bersinergi dengan Majelis Desa Adat Provinsi Bali, dengan membentuk tim pembinaan Awig-Awig dan Pararem sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 268/03-O/HK/2024 tentang Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Tim Pembinaan Awig-awig/Pararem yang dilaksanakan di 9 (Sembilan) Kab/Kota, yang dimulai sejak Senin, 6 Mei 2024 di MDA Kabupaten Badung dan berakhir pada Senin, 20 Mei 2024 yang bertempat di MDA Kota Denpasar.
Desa Adat di Bali merupakan salah satu bentuk kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat teritorial. Di samping kesatuan masyarakat hukum adat teritorial (Desa Adat), di Bali juga terdapat kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat geneaologis, yaitu perkumpulan dadia/panti; dan kesatuan masyarakat hukum adat fungsional, yaitu subak. Desa Adat di Bali sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Pada zaman Bali Kuna, Desa Adat disebut thani, banua atau banwa.
Tahun 2019 terjadi perubahan terhadap status, kelembagaan, dan tata kelola Desa Adat di Bali, dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali. Status hukum Desa Adat yang sebelumnya kurang jelas, dibuat menjadi jelas, yaitu sebagai subjek hukum. Kelembagaan di Desa Adat juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi Bali terkini.
Hukum Adat Bali adalah kompleks norma Agama Hindu, kesusilaan, kesopanan dan hukum yang terdiri dari perintah dan larangan baik tertulis maupun tidak tertulis ditaati oleh umat Hindu di Bali dan diluar Bali sepanjang mereka hidup dalam lingkungan kesatuan masyarakat hukum adat dengan unsur-unsur dan sistem kekerabatan sama dengan desa adat di Bali karena pelanggaran atas kompeks norma tersebut dapat dikenakan sanksi adat.
Adanya perubahan terhadap status hukum, kelembagaan, dan tata kelola Desa Adat di Bali, sesudah berlakunya Perda Desa Adat di Bali 2019, perlu dilakukan perubahan atau penyesuaian (nguwah-nguwuhin )Awig-Awig dan Pararem Desa Adat dengan Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Dalam hal perubahan atau penyesuaian Awig-Awig dan Pararem Desa Adat, sesuai ketentuan Pasal 4 dan Pasal 11 Peraturan Gubernur Bali Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali sebagai berikut:
Pasal 4 yaitu:
1. Awig-Awig Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus disusun berdasarkan Pedoman Penyuratan Awig-Awig Desa Adat.
2. Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh MDA Provinsi difasilitasi oleh Dinas.
Pasal 11 yaitu:
1. Pararem Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) harus disusun berdasarkan Pedoman Penyuratan Pararem Desa Adat.
2. Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh MDA Provinsi difasilitasi oleh Dinas.
Maksud dan tujuan dilakukannya perubahan atau penyesuaian (nguwah-nguwuhin) Awig-awig dan Pararem yaitu:
a) Untuk menjamin terpenuhinya rasa keadilan penduduk Desa Adat di Bali (krama desa, krama tamiu, dan tamiu) melalui menyesuaikan substansi Awig-Awig dan Pararem dengan tujuan (patitis) Desa Adat dan filosofi Tri Hita Karana.
b) Untuk menyesuaikan awig-awig dan pararem dengan substansi Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali dan aturan turunannya serta peraturan perundang-undangan yang lainnya.
c) untuk menyesuaikan substansi Awig-Awig dan Pararem Desa Adat dengan perkembangan masyarakat dalam berbagai bidang, termasuk bidang teknologi informasi, termasuk ekonomi adat (LPD dan BUPDA).